You’re gonna be the one that saves me
And after all
You’re my wonderwall”
Lagu Oasis berjudul wonderwall tiba-tiba berdering dari ponselku. Aku yang masih mengantuk segera mengangkat telfon tanpa sempat membaca nama si penelfon.
“hmm halo..” aku memulai pembicaraan.
“hey, bangun.” suaranya terdengar familiar. Alisku mengerut dan segera melihat layar ponsel. Seketika mataku terbelalak mendapati nama yang kukenal saat ini sedang menelfonku.
“iya, ini bangun. kenapa? tumben telfon.” Aku berusaha terdengar tenang.
“Masuk jam berapa hari ini?” tanyanya.
“Pagi. Jam 7. Kenapa?”
“Enggak papa. Yaudah buruan bangun…”
Tut tut tut. Telfon tiba-tiba terputus. Entah memang sengaja dimatikan atau masalah jaringan, aku tak tau. Aku hanya melongo melihat layar ponselku.
“Rayhan Abimanyu” desisku perlahan. Ada apa gerangan tiba-tiba menelfonku? Hanya sekedar membangunkanku lalu bertanya masuk jam berapa? Apa mungkin surprise? Atau mau memberiku kejutan? Ahh, mimpi. Hari ini masih jauh dari ulangtahunku. Lalu apa? Kulirik jam diponselku. Baru jam 5 pagi, dan Ray sudah menelfonku. Hanya 55 detik memang, namun, aaah sudahlah.
Aku segera beranjak dari tempat tidurku lalu menyambar handuk dan bergegas ke kamar mandi. Ku lihat teman kost-ku sedang melenggang dengan santainya kearah yang sama denganku.
“gue duluan!” aku berlari mendahuluinya lalu mengunci pintu.
“Laraaaas!” Teriaknya sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi.
Byurrr…
Guyuran pertama membuat seluruh tubuhku gemetar kedinginan. Lama-kelamaan suara gedoran di pintu kamar mandi mulai melemah dan tak terdengar lagi. Aku menikmati sensasi mandi pagiku. Dan tiba-tiba muncul wajah Ray di pikiranku.
Rayhan Abimanyu, batinku. Seorang pria menyebalkan yang menghabiskan masa-masa SMA-nya di sekolah yang sama denganku. Siswa yang menjadi sainganku selama tiga tahun berturut-turut. Aku memang selalu menang selama tiga tahun itu, dan ia hanyalah runner-up. Tapi siapa sangka? Kemenangan hanya sekali berpihak padanya. Kemenangan ketika kelulusan, ia mendapat beasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik yang juga jadi harapanku. Ya, aku kalah di akhir. Dan pemenang sejati adalah yang menang di akhir, bukan?
Semua orang memberi selamat padanya, namun aku terlalu naif untuk menerima kemenangannya.
Dalam suasana menggembirakan seperti itu, aku diam-diam menyelinap ke ruang KIR, menguncinya rapat-rapat, dan menangis keras-keras disana. Sampai hari perpisahan tiba, aku tak menyapanya sedikitpun. Dan kuperhatikan, ia sendiri tak pernah berniat untuk memulai pembicaraan denganku.
“Tok tok tok” pintu kamar mandi yang diketuk membuyarkan lamunanku.
“iyaa bentar” teriakku kesal.
“lo mau mandi sampe jam berapa laras? ini udah jam 6! Harus ya gue pasang jam di kamar mandi biar lo tau waktu?”
“waaa iyaa bentaar” aku panik dan segera menyelesaikan mandiku. Kubuka pintu kamar mandi dan kutemukan 3 orang yang mengantri didepan pintu melirikku tajam. Aku nyengir.
========================
Aku berjalan menyusuri gang kecil di sekitar kost menuju kantor dengan tergesa-gesa. Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta yang terletak di daerah Mampang, Jakarta Selatan. Sudah 5 tahun aku bekerja disini sebagai receptionist. Setelah lulus SMA, aku memang tidak kuliah karena beasiswaku direbut oleh Rayhan. Sementara kedua orangtuaku sudah pensiun dan adik-adikku butuh banyak biaya untuk melanjutkan pendidikan. Aku mengalah dan mengambil alih tugas bapak sebagai tulang punggung keluarga.
Aku tiba di kantor tepat jam 7 dan segera menuju meja kerja. Baru duduk sebentar, tiba-tiba kulihat pintu kantor yang bening terbuka secara otomatis, dan ku temukan sesosok pria masuk lalu berjalan ke arahku. Aku berdiri dan menyapanya.
“Selamat Pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantt..” Suaraku tercekat ketika melihat matanya.
“Rayhan Abimanyu” desisku pelan.
“Rayhan Abimanyu” desisku pelan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar