"Ih, si Siti pulangnya malem-malem terus. Pasti simpenannya Om-om!" Ibu-ibu sibuk bergunjing. Kampung Siluman mendadak cetar membahana dan bergetar terombang-ambing oleh berita yang menyatakan bahwa Siti pulang malam karena pekerjaannya, dan menuduh yang tidak-tidak bahwa selama ini ia hanyalah wanita simpanan.
***
Perempuan pulang malam masih menjadi hal yang tabu bagi sebagian orang. Terlebih lagi untuk orang-orang yang bertempat tinggal di daerah atau kota kecil. Berbeda dengan gaya hidup di Jakarta dan kota besar lainnya, hal ini sudah sangat biasa. Kesibukan pekerjaan hingga terjebak kemacetan di hiruk pikuk kota menjadi salah satu alasan mengapa banyak perempuan yang terpaksa harus pulang malam, termasuk saya.
"Calon Ibu yang baik adalah perempuan yang sudah tiba di rumah sebelum pukul 9." Seorang teman pernah berkata demikian. Memang benar adanya bila seorang Ibu yang baik harus bisa mengatur dan meluangkan waktunya untuk suami, juga anak-anaknya kelak. Namun mau bagaimana lagi? Kalau saja bisa memilih, saya juga ingin sekali sudah tiba di rumah sebelum Ashar. Melakukan hal-hal sederhana seperti menyiapkan makan malam, menunaikan Ibadah Maghrib dan membaca Al-Qur'an dengan tenang tanpa harus resah sambil berdiri berjejalan di Bus Kota atau Commuter Line yang tak kunjung sampai di tempat tujuan. Atau bahkan menyempatkan diri untuk membaca buku, menonton sinetron dan menyesap secangkir teh.
Sementara, saya masih harus memutar otak. Menghabiskan sisa-sisa tenaga saya untuk berpikir dari pukul tujuh hingga sembilan malam demi sebuah gelar sarjana. Belum lagi kalau dosen meminta jam tambahan. Perkuliahan kelas malam kerap kali menjadi bahan gunjingan segar para tetangga yang sirik atas kesibukan saya. Mengingat akhir-akhir ini, penampilan tak menjamin perilaku seseorang. Tak jarang perempuan berjilbab yang berkelakuan minus.
Perempuan pulang malam memang mengkhawatirkan. Saya pernah kemalaman dan tak mendapat bus pulang. Kejadiannya belum lama ini. Saya hanya berdiri di sebuah halte dan menunggu taksi. Lama saya berdiri, namun yang datang menghampiri malah mobil berisi om-om lapar. Saya bergidik, ngeri. Ia hanya melirik dan menyunggingkan senyum. Kemudian menekan klakson dan berlalu.
Lain lagi ketika saya masih SMK. Saya kebagian dinas malam di sebuah rumah sakit di Jakarta Timur dan pulang pukul sembilan. Angkutan umum menuju rumah saya telah habis dan saya menghubungi seorang teman untuk datang menjemput. Sebuah mobil berhenti tepat di hadapan saya. Lama. Ia menunggu. Barulah setelah beberapa saat saya memutuskan untuk menjauh, seorang wanita berpakaian minim datang menghampiri. Malam itu, saya resmi mengetahui hal-hal yang seharusnya tidak saya ketahui bila saya hanya berdiam diri di rumah.
Perempuan pulang malam tak selamanya buruk. Kembali lagi ke masing-masing orangnya. Saya juga diberi julukan Kupu Malam. Bukan, saya bukan wanita simpanan yang menjajakan diri di malam hari. Saya wanita yang Kuliah Pulang Malam.
hai kakak agit.. :)
BalasHapushai :)
Hapus