Entah tulisan macam apa yang saya ketik di menit-menit terakhir November ini. Saya merasa tergugah ketika membuka tab mention dan menemukan sebuah twit yang ditujukkan kepada saya. Isinya seperti ini, "Apa sih yang kamu lakukan saat kangen dan rindu menyapa @agitavio? *tanya :))"
Setelah berpikir cukup lama, saya memutuskan untuk menjawab dengan empat kata saja; akan aku sapa balik. Namun setelah menekan tombol share, saya merasa ada yang mengganjal. Rasanya tak cukup bila menjelaskan hal-hal apa saja yang saya lakukan ketika rindu menyapa hanya dalam 140 karakter. Dan karena alasan itulah, saya membuat postingan ini.
Ketika rindu menyapa, hal yang paling pertama akan saya lakukan adalah... menahannya. Menahan rasa rindu itu sendirian, hingga bertumpuk-tumpuk. Saat rindu telah mencapai puncaknya, barulah akan saya katakan kepada manusia yang membuat saya begitu merindukannya. Saya menunggu responnya, jika ia membalas rindu saya, tentu saya akan lega. Bila tidak?
Bila ia tak membalas rindu saya, saya akan bertanya-tanya. Mungkin memang saya tak pantas untuk dirindukannya. Saya terus bertanya-tanya, pada diri saya sendiri.
Namun hal itu terus memperburuk keadaan, sehingga saya harus mengalihkan rindu kepada hal-hal yang positif. Saya tak boleh membiarkan rasa rindu terus menggelayut dan mengganggu aktivitas saya sehari-hari. Di luar aktivitas saya, jika rindu terus menyapa, saya akan menyibukkan diri dengan hal-hal berikut ini :
- Twitteran. Jaman sekarang, rasanya seluruh informasi bisa kita dapat hanya dari twitter. Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengamati lini-masa. Namun ada kalanya seseorang yang saya rindukan muncul dan berbalas mention dengan teman-temannya. Rasanya ingin sekali menyapa, tapi... ah, sudahlah. Mengamati status-status twitternya yang menunjukkan bahwa ia baik-baik saja, rasanya sudah cukup.
- Membaca. Ya, saya gemar membaca apapun. Baik buku, novel, koran, majalah hingga blog-walking. Ketika membaca, saya akan bisa lupa waktu. Namun tak pernah bisa melupakan kegiatan utama saya, merindukannya.
- Menulis. Membuat postingan baru di blog atau sekedar memenuhi draft dengan ketikan-ketikan yang tak layak di-publish. Bila tak ada koneksi internet, saya akan membuka jurnal harian saya dan mencoret-coret lembar demi lembar kertas putih dengan bolpoin bertinta hitam. Bercerita tentang apapun, juga tentangnya.
- Bersosialisai. Aplikasi chatting saat ini dilengkapi dengan fitur untuk mengobrol dengan banyak orang dalam satu grup. Kebetulan saya turut bergabung dalam beberapa komunitas yang cukup menghibur saya setiap harinya. Setidaknya, obrolan mereka dapat membuat senyum saya sedikit berkembang.
- Menonton. Saya bukanlah tipe orang yang menghabiskan waktunya seharian di depan televisi. Saya hampir tak pernah menonton tv. Biasanya bila memang benar-benar tak tahu bagaimana lagi cara menyampaikan rindu, saya akan mengalihkannya dengan menonton beberapa film di bioskop dalam sekaligus! Iya, Marathon Film sendirian tanpa teman , juga tanpa sandaran atau genggaman tangan.
- Bernyanyi. Saya memang suka bernyanyi, bahkan ketika berkendara pun seringkali saya lepas kendali dan berteriak menyanyikan lagu-lagu sesuka hati. Saya juga tak pernah absen apabila teman sepermainan mengajak saya sekedar karaoke-an, nge-band, atau ngamen.
- Menghilang dari Peradaban. Entah ke gunung yang tak ada sinyal, pergi keluar kota, menyibukkan diri dengan tugas atau sengaja tak memperpanjang paket internet. Hal ini semata-mata saya lakukan dengan tujuan memberi ia kesempatan untuk merindukan saya.
- Kontak Batin. Saya selalu takut bila rasa rindu yang saya pelihara ini jatuh kepada orang yang salah. Saya selalu meminta yang terbaik kepada-Nya, semoga hati ini tahu benar kemana harus berlabuh. Ketika rindu benar-benar membuat badan terasa lebih hangat dari biasanya, kerja jantung mendadak lebih cepat hingga begitu sesak, mata terasa perih dan siap menjatuhkan butiran airmata kapan saja, namun ia tak kunjung berkabar... yang akan saya lakukan adalah kontak batin. Saya akan terus memanggilnya, menyebut namanya lirih dalam rapalan doa saya. Meyakinkan diri saya sendiri bahwa ia baik-baik saja, walaupun dengan atau tanpa saya.
Namun tetap saja, sejauh apapun saya menghindar dari rindu yang menyapa... rasa itu tak akan pernah hilang. Ia tumbuh di dalam hati, mengakar, dan tak bisa dibasmi.
Kini sudah memasuki musim penghujan, banyak-banyaklah berdoa...
Semoga tiap tetes hujan turut meng-aminkan.
Rindu tak melulu soal kapan kita bertemu.
Bila sampai waktunya, kelak kita akan benar-benar dipertemukan.
Karena kita tak akan pernah tahu bagaimana cara Tuhan mempertemukan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar