Kamis, 10 Oktober 2013

Penantian Lima Puluh Hari



Hai,
Kamu...
Yang lima puluh hari terakhir mempercepat degup jantungku.

Masihkah kamu miliki mata teduh dan seulas senyum tipis yang begitu menggodaku?
Aku bukanlah ahli fisika ataupun biologi. Entah berapa voltase listrik yang kamu setrumkan ketika menjabat tanganku. Aku begitu tersengat sampai jantungku tak lagi berdebar lambat. Kamu tiba-tiba datang dan memaksa impuls-impuls otakku untuk membuka ponsel setiap menit. Apalah arti fisika atau biologi, bila aku dan kamu telah menemukan chemistry.

Aku merindukanmu, Mas..
Merindukan sosokmu yang begitu diam dengan kepala menunduk dan tangan yang selalu menggenggam gadget. Tak bisakah kau simpan gadgetmu barang sebentar, kemudian menggenggam tanganku sebagai gantinya? Aku siap mengikuti kemanapun kamu melangkah pergi, tanpa harus berpisah lagi.

Aku, kini...
Menghabiskan hari-hariku sepertimu, manusia yang tak lepas dari gadget. Seolah-olah aku kecanduan kabar tentangmu. Suaramu yang begitu damai di telingaku merupakan dongeng yang mengalir setiap malam, yang mempernyenyak tidurku dengan berbagai cerita indah sebagai bunga tidur. Denganmu, insomniaku mendadak sembuh. Karenamu, mimpiku tak lagi hanya gelap.

Aku tak kuasa menahan semua ini sendiri, rasa yang aku sendiri pun tak mengerti. Lima puluh hari aku menebak-nebak akankah semua gundah ini usai ketika bertemu denganmu lagi. Kamu, dengan suaramu yang begitu damai selalu menyihirku untuk mengangguk dan mengiyakan. Kamu selalu sukses meyakinkanku ketika ragu dan gundah tiba-tiba menyerang. Kamu mengambil alih hidupku.

Tak ada yang lebih sendu, dari dua orang yang sama-sama menunggu,
di senja hari,
dalam balutan rindu dan jarak tak terperi..



Sampai jumpa di kota penuh cinta,
Jogjakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar