Minggu, 14 Oktober 2012

Kejutan (End)

Cerita sebelumnya disini :)

Seorang wanita datang menghampiriku, kemudian merebut baju yang sedang kupegang. Ia menyobek baju tersebut dengan kedua tangannya sendiri dengan senyum penuh kemenangan.

Aku terbangun.
Mencoba mengingat-ingat mimpi apa yang berhasil membuatku membuka mata sepagi ini.Yang ku ingat, seorang wanita cantik yang berebut baju denganku di sebuah toko. Kemudian ia menyobeknya. Artinya apa, ya?

Aku beranjak dari tempat tidurku. Kepalaku terasa berat. Ku tempelkan punggung tanganku ke kening, hangat, aku demam.

Tok tok tok..

Terdengar suara pintu diketuk. Aku membukanya dengan malas.

"Selamat pagi.." Aku terbelalak. Sepagi ini Ray sudah berada didepan kamar kost ku. Aku diam. Kepalaku semakin pusing.

"Kok kamu pucat?" tanyanya sambil meraba keningku.

"Kamu demam?" aku mengangguk lemah.

"Berarti nggak masuk kerja?" tanyanya lagi. Aku mengangguk lagi.

"Ini kebetulan aku bawain bubur ayam buat kamu sama susu kedelai. Masih hangat ni. Dimakan gih. Habis itu tidur lagi." Ujarnya sambil meletakkan sebuah bungkusan ke tanganku. Aku meraihnya lemah.

"Kamu jangan lama-lama sakitnya, nanti malem harus udah sembuh. Aku tunggu kamu ya. Aku mau kasih kejutan buat kamu" Ray membelai rambutku, lembut.

"Aku ke kantor dulu ya. Kamu istirahat." Ray mengecup keningku, lembut. Kemudian berlalu. Sekujur tubuhku kaku.

============================

Hari sudah sore, sebentar lagi Maghrib. Tapi aku masih sibuk gonta-ganti baju di kamar Kostku. Mengobrak-abrik lemari yang sebagian besar isinya hanyalah jeans dan kaos. Aku butuh dress putih!

"Lo ngapain si gedebak-gedebuk di kamar?" Teriak teman kostku dari dalam kamarnya.

"Gebetan gue ultah! Gue butuh dress putih!" Aku menjawabnya dengan berteriak pula.

"Yaelah, dress hitam mau nggak?" Tiba-tiba kepalanya menyembul di balik pintu kamarku.

"Coba liat deh." jawabku.

Aku mengikutinya. Ia meraih sebuah dress hitam di lemarinya. Aku merasa dejavu. Dress hitam seperti ini, ada di mimpiku semalam!

"Nih coba pake." Ujar teman Kost-ku, membuyarkan lamunanku. Aku tak menjawab.

"Kok lo diem, Ras?" Tanyanya kemudian.

"Temenin gue dong." ujarku setengah memelas.

"Lho, kenapa? Lo nervous? Santai aja kek. Gue dandanin sekalian deh." ia meyakinkanku.

"Gue juga lagi demam nih, takut tau-tau pingsan disana" aku mulai beralasan.

"Ntar gue jadi obat nyamuk lagi." ujarnya setengah menyindir.

"Nggak kok, gue juga belum jadian. Siapa tau lo dapet cowok disana." Aku meyakinkannya.

"Boleh deh." ia mengalah. Kemudian bersiap-siap di kamar masing-masing. Ia memoles wajahku dan merapikan rambutku. Lumayan salon gratis, batinku.

"Yes, finished. Ayo berangkat!" teriakku riang sambil mengamati tubuhku yang berlenggak-lenggok di depan cermin.

"Upik abu yang disulap menjadi Cinderella siap menemui sang pangeraaaan.." ujarnya sambil menertawakanku.

"Hey, kereta kudanya mana, Ibu peri?" tanyaku setengah menggoda.

"Jidat lo! Naek motor mau? Hahaha" ia mengejekku.

"Taksi aja deh" Kami beranjak meninggalkan kost-an. Aku memeluk kado untuk Ray, jantungku berdegup kencang.

Jakarta malam hari, macet, seperti biasa, dan tak kenal waktu.

"I said maybe
You're gonna be the one that saves me
And after all
You're my wonderwall..."

Ponselku berdering seolah-olah tak mau kalah berisik dengan degup jantungku. Ku lihat layar ponsel, Rayhan Abimanyu, menelponku. Aku tercekat. Ku tekan tombol berwarna hijau.

"Kamu dimana Ras?" tanyanya mendahuluiku.

"Ontheway nih  Ray, macet."

"Acaranya bentar lagi mulai, Ras. Kamu udah sembuh?" tanyanya lagi.

"Udah." Jawabku pendek. Lalu telfon terputus. 55 detik. Aku dejavu.

"Santai, Ras." teman kostku mengusap-usap bahuku.

Aku mengangguk. Jantungku berdegup semakin kencang. Aku memejamkan mata. Bayangan wanita cantik yang merebut bajuku kembali muncul. Aku menghela nafas panjang.

"Mbak.." aku memanggil teman kostku.

"Kenapa?"

"Lo bisa ngartiin mimpi nggak?" tanyaku kemudian.

"Mimpi apa?" ia balik bertanya.

"Semalem gue mimpi dress hitam ini, lagi gue pegang. Terus tiba-tiba ada cewek, cantik. Dia ngerebut dress ini dari gue, mbak. Terus..."

"Dia nyobek bajunya?" ia menyela penjelasanku dengan mata terbelalak.

"Iya, kok tau?" Aku tersentak kaget.

"God.." Ia menutup mulut dengan kedua tangannya.

"Kenapa mbak?" tanyaku takut.

"Jadi.."

"Udah sampe nih mbak." Ucap sang supir memutuskan obrolan kami. Aku mengambil selembar uang dan menyerahkannya. Kami bergegas turun dari taksi dan berjalan menuju rumah Ray.

Rumah Ray terlihat megah, terdapat kolam renang yang dihiasi ratusan lilin-lilin kecil. Pohon-pohon dipasangi lampu-lampu dan hiasan warna-warni. Balon-balon berserakan membuat pesta semakin mewah dan ramai. Tamu-tamu di pesta itu berbondong-bondong memusatkan diri seperti sedang menonton sesuatu. Aku dan teman kost-ku menghampiri keramaian itu.

Ku lihat Ray didepan kue ulangtahunnya. Disisinya berdiri seorang wanita cantik. Ibunya masih muda sekali, batinku. Ray terlihat seperti mencari-cari sesuatu, aku melambaikan tangan. Ia melihat kearahku, kemudian tersenyum padaku.

Pesta dimulai. Seluruh tamu menyanyikan lagu selamat ulangtahun. Aku memeluk kado untuk Ray erat sekali, sampai-sampai aku dapat merasakan jatungku bergemuruh hebat. Kemudian dilanjut lagu tiup lilin. Ray terlihat memejamkan mata, merapalkan sesuatu, make a wish.  Aku menatapnya dalam, berharap namaku disebut dalam doanya barusan. Seluruh tubuhku lemas.

Lagu berganti lagi, lagu potong kue. Ray terlihat memotong kue secara perlahan Membentuknya menjadi sebuah potongan persegi panjang dan meletakkannya di piring kertas.Kemudian seluruh tamu diam. Hening. Ray beredehem.

"Potongan  kue pertama, akan ku berikan untuk orang paling spesial di hidupku..." aku menyimaknya. Lututku lemas.

"Seorang wanita yang selalu menemani hari-hariku.."

Wanita itu aku, yang menemani hari-harimu di Jogja. Menemanimu sebagai musuh ketika SMA.

"Seorang wanita yang membuatku jatuh cinta berkali-kali padanya..."
Wanita itu aku, kamu jatuh cinta diam-diam padaku. Kamu jatuh cinta padaku dari SMA. Tapi kamu terlalu gengsi mendekati wanita yang selalu mengalahkan prestasimu.

"Wanita yang mau menerimaku apa adanya."
 Aku menerima kamu apa adanya Ray, cepatlah sebut namaku. Aku akan segera berjalan ke arahmu dengan seluruh mata yang memandangku iri.

"Wanita itu, ada disini, berdiri didekat sini." Seluruh tamu mulai berkasak-kusuk, berbisik satu sama lain.

"Wanita itu, mengenakan dress hitam." Seluruh tamu menoleh ke kanan, ke kiri, ke belakang, mencari siapa sosok dress hitam yang Ray maksud. Terlalu banyak tamu yang mengenakan dress hitam malam ini. Termasuk aku. Teman kostku menyikut lenganku. Aku tersenyum percaya diri.

"Aku akan melamarnya disini.." Seluruh tamu mulai riuh. Ada yang bersiul-siul, sebagian menyoraki. Perutku mulas.

Aku sudah pernah memimpikan hal seperti ini! Aku dilamar oleh Ray di pesta ulangtahunnya ke-26. Dan saat itu, aku hampir dicium Ray! Ia sangat berharap kedatanganku, ia akan memberi kejutan padaku!

Seluruh tamu semakin ribut. Ray merogoh saku celananya dan mengambil sebuah kotak berwarna merah.

"Seorang wanita itu, bernama..."

LARAS SARASWATI!

"Dinda Saraswati.." Ujarnya mantap. Seketika wanita ber-dress hitam yang sedaritadi berdiri disebelah Ray, yang dari awal kedatangan kukira adalah ibunya, memeluk Ray erat. Mulutku menganga. Aku tak percaya dengan pendengaranku sendiri. Laras Saraswati, Ray! Bukan Dinda!

"Dinda Saraswati, seorang wanita yang tiga tahun terakhir menjadi kekasihku"

Ia sudah punya kekasih,tapi ia mencium keningku tadi pagi!

"Dinda, will you marry me?" Badanku semakin lemas.
PRANGGGGGG!!!!!!!!!!!!!!

Kado untuk Ray terlepas dari genggamanku. Pecah berkeping-keping, persis seperti hatiku. Seluruh mata memandangku, termasuk Ray dan Saraswati-nya. Mataku terasa panas. Aku mundur beberapa langkah, kemudian berlari menjauhi kerumunan tersebut. Ray meneriakkan namaku. Tapi aku terus berlari.

Aku benci, Ray!
Kenapa kamu kasih aku harapan palsu kalau kamu udah punya calon istri?
Kenapa kamu menggenggan tanganku kalau hatimu sendiri sudah di genggam orang lain?
Kenapa kamu mencium keningku kalau kamu tak sedikitpun berharap menjalin hubungan denganku?
Dan kenapa kamu melamar Saraswati lain, di hadapanku? Di hadapan orang yang diam-diam mencintaimu? Di hadapan orang yang pernah bermimpi dilamar olehmu!

"Mimpi tentang baju, tandanya akan ada pertikaian kecil di hubungan sebuah pasangan." aku menoleh. Teman Kostku duduk disebelahku. Di sebuah trotoar dipinggir jalan. Sepi.

"Mimpi tentang rebutan baju, tandanya ada yang bakal ngerebut pasangan lo." Aku sesenggukan.

"Dan mimpi baju lo disobek, tandanya orang itu berhasil ngerebut pasangan lo. Pasangan lo lebih milih dia, dan pergi ninggalin lo." Tangisku meledak. Teman kostku mengelus-elus punggungku.

"Tadi lo lari kenceng banget, Ras."

"Lo harus bisa lari lebih kenceng lagi buat ngelupain dia." aku mengangguk dengan air mata yang terus meleleh.

Sementara dirumahnya, Ray memunguti pecahan-pecahan kaca yang ada didalam kertas kado pemberian Laras. Ray terkejut mengamati hasil karya Laras. Air mata Ray meleleh melihatnya. Ia tak menyangka kalau Laras bisa jatuh cinta sedalam ini kepadanya, sedangkan Ia hanya menganggapnya sebagai seorang adik saja. Ray kira, adiknya akan senang ketika sang kakak telah memiliki calon istri. Ray kira, sang adik akan terharu melihat kakaknya melamar wanita di hadapannya. Ray mengamati foto-foto didalam karton. Mengamati wajah-wajah didalamnya, mereka berdua terlihat seperti pasangan kekasih. Namun dengan banyak kesamaan di wajah mereka, lebih pantas dikatakan sebagai sepasang kakak-adik. Ray membersihkan karton tersebut dari serpihan-serpihan kaca. Membaca pesan ditengahnya. Jantung Ray seperti disayat. Sakit, perih.

Purnama ikut menangis melihat kedua anak yang beberapa malam lalu membuatnya iri di bukit bintang. Malam ini kedua anak yang berencana bertukar kejutan, malah sama-sama menangis ketika melihat kejutan yang disiapkan masing-masing. Kedua anak itu, harus banyak belajar untuk membaca isi hati pasangannya. Karena setiap hati selalu punya kejutan.

(Selesai)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar