Semenjak pertemuan itu, Dewi semakin menjaga jarak denganku. Aku pesimis, sepertinya lelaki sepertiku memang bukan tipe-nya. Lagipula Dewi sudah memiliki kekasih. Sudahlah, aku tak mau mengganggunya. Biarkan saja, paling sebentar lagi juga ia bertengkar dengan kekasihnya, kemudian putus. Dewi kan tipe perempuan yang tak suka diatur. Dan yang ku tau, kekasih Dewi saat ini adalah orang yang posesif.
Hanya beberapa hari aku di Bekasi. Setelah pertemuanku dengannya kemarin, aku jadi sering melewati sekolahnya yang berjarak tidak begitu jauh dari rumahku. Tapi tak pernah sekalipun kulihatnya lagi. Entah dimana, ia seperti menghilang begitu saja. Bahkan suara vespa antikku yang berisik ini sepertinya tidak terdengar di telinganya. Padahal setahuku, ia suka Vespa. Suka sekali dengan kendaraan-kendaraan antik dan classic. Ia juga suka VW, sama sepertiku. Dan selalu menoleh apabila mendengar suara-suara yang khas dari kendaraan tersebut.
Beberapa kali aku nongkrong di warnet dekat sekolahnya itu sambil menunggu ia pulang sekolah, tapi ia benar-benar tak terlihat. Apa mataku yang meleng atau dia yang menghindar? Aku tak tau. Salah satu prasangka yang merasuki otakku adalah, ia sedang sibuk dengan pacar barunya. Sering aku mengirim pesan singkat kepadanya tapi ia hanya membalas beberapa kata seperti, "sori bim, lagi ada cowo gue" atau "gue capek banget bim, mau tidur. ni baru pulang sekolah". Dewi mulai ber-elo-gue. Benar-benar Dewi yang lain dari biasanya.
Menyerah. Bukan berarti aku mengalah, tetapi untuk saat ini aku memang sudah kalah. Ia tak memberi sinyal sedikitpun untuk melanjutkan hubungan ini. She is my girl friend, and will not be my girlfriend. Ku akhiri hari liburku di Bekasi dengan sebuah harapan; Ssampai jumpa lagi, Dewi.
Beberapa kali aku nongkrong di warnet dekat sekolahnya itu sambil menunggu ia pulang sekolah, tapi ia benar-benar tak terlihat. Apa mataku yang meleng atau dia yang menghindar? Aku tak tau. Salah satu prasangka yang merasuki otakku adalah, ia sedang sibuk dengan pacar barunya. Sering aku mengirim pesan singkat kepadanya tapi ia hanya membalas beberapa kata seperti, "sori bim, lagi ada cowo gue" atau "gue capek banget bim, mau tidur. ni baru pulang sekolah". Dewi mulai ber-elo-gue. Benar-benar Dewi yang lain dari biasanya.
Menyerah. Bukan berarti aku mengalah, tetapi untuk saat ini aku memang sudah kalah. Ia tak memberi sinyal sedikitpun untuk melanjutkan hubungan ini. She is my girl friend, and will not be my girlfriend. Ku akhiri hari liburku di Bekasi dengan sebuah harapan; Ssampai jumpa lagi, Dewi.
***
Aku pulang ke Sukabumi pagi-pagi sekali. Pagi itu gerimis. Setelah turun dari angkutan umum, aku berlari-lari kecil di terminal Bekasi. Kepalaku celingak-celinguk mencari-cari bus tujuan Bogor, Baranangsiang. Banyak sekali bus dengan tujuan kesana, namun kupilih salah satunya.
Aku duduk didekat jendela, dengan tempat duduk untuk dua orang. Aku terlalu malas untuk berbagi tempat duduk untuk orang lain, jadi ku lakukan segala macam cara untuk membuat siapapun yang melihatku menjadi ilfeel. Aku berinisiatif untuk berpura-pura tidur dengan mulut menganga, tangan terbuka lebar dan posisi kaki selonjor sesukaku. Sehingga menyulitkan seseorang untuk duduk ditempat duduk sebelahku.
"Misi, Mas. Boleh duduk disini?" Telingaku tersentak mendengar suara perempuan yang tak asing lagi. Aku membuka mata dan menoleh padanya.
"Dewi?"
"Bima?" Tanya kami hampir berbarengan.
"Eh, apa kabar?" Tanyaku kemudian dengan aksen sedikit menyindir.
"Baik." Jawabnya singkat.
"Kamu mau kemana?" Tanyaku lagi.
"Ke At-ta'awuun. Kamu?"
"Balik ke Sukabumi. Liburan udah kelar. At-Ta'awuun itu apa?" Aku heran mendengarnya.
"At-Ta'awuun itu masjid yang di Cisarua. Yang dulu jadi iklan Adzan di RCTI. Masa nggak tau?" tanyanya gemas.
"Nggak tau. Sendirian? Mau ngapain disana?" Aku mulai penasaran dan berharap diajak kesana.
"Mau bengong doang. Ngopi. Terus pulang lagi." Jawabnya singkat. Oh, aku tak diajak.
"Kamu sendirian?" Aku mengulang pertanyaanku, dan sekali lagi : aku berharap diajak.
Ia hanya mengangguk. Dan belum juga mengajakku.
"Boleh ikut?" Aku memelas.
"Yaudah." Jawabnya singkat.
Dewi tak banyak bicara selama perjalanan. Ia pun tak menyinggung pose pura-pura tidur dengan mulut menganga-ku tadi. Gerimis semakin deras. Pagi ini dingin karena berpadu dengan Air Conditioner dari dalam bus. Dan semakin dingin lagi dengan sikap Dewi seperti orang yang tak mengenalku.
(bersambung ke Part 3 bisa klik disini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar