Kamis, 08 November 2012

Cinta Pertamaku pada si Vespa Biru (Part 2)

Cerita sebelumnya sila klik disini :)

Sepanjang malam aku tak dapat tidur. Memikirkan apa yang akan terjadi esok hari. Terlebih lagi tadi sore aku diantar sampai depan rumah oleh kak Satria. Seluruh peralatan yang dibutuhkan untuk besok sudah kupersiapkan semua. Tinggal datang dan menguatkan batin untuk dibentak-bentak lagi. Silakan saja, aku tak takut.

Aku tak dapat tidur sampai jam 3 pagi. Ku coba tuk memejamkan mata, sampai akhirnya terlelap. Dan tentu saja, aku kesiangan. Ospek hari kedua dimulai pukul enam, sementara aku datang satu jam kemudian.

"Dari mana aja dek? Jam segini baru dateng?!!!" Teriak kakak tingkat melonglong bersahut-sahutan.

"Jawab Dek! Kamu TULI ya?!!" Aku tetap saja diam. Mataku menatap mata mereka tanpa takut. Aku dihukum seharian. Dan selama sehari penuh yang begitu menyiksa itu, aku tak menemukan sosok kak Satria disetiap sudut manapun. Aku kehilangan pahlawan kesianganku.

Aku mengulangi kembali kegiatan pulangku dengan berjalan kaki sampai stasiun seperti kemarin. Berharap ada kak Satria melintas dan mengantarku pulang. Aku rela kalau ia datang ketika aku sedang ngoceh-ngoceh sendiri, atau bahkan melihatku terjatuh lagi dan menertawakanku. Aku merindukannya.

Dok dok dok drodok drodok..

Telingaku menangkap sebuah suara yang begitu familiar. Suara vespa! Lonjakku riang. Aku menoleh seketika. Namun ternyata yang ada dibelakangku adalah genk motor vespa gembel yang banyak ditempelkan stiker dan sampah kaleng. Rombeng sekali. 

"Sendirian aja neng? Ayok abang anter." Teriak seseorang berambut gimbal sambil mengendarai vespanya mendekatiku dan disusul suara tawa dari teman-temannya.

Aku diam. Lebih tepatnya deg-degan. Suasana jalan memang ramai seperti biasa. Tapi barangkali saja mereka berniat jahat kepadaku. Zaman sekarang kan banyak penculik, copet, tukang palak bahkan korban pemerkosaan semakin marak terjadi dimana-mana. Tuhan, tolong aku.

Aku mempercepat langkahku. Mereka terus mengikuti dengan suara tawa yang terdengar menakutkan. Sampai akhirnya aku berlari menembus keramaian pasar tumpah dan tiba di stasiun dengan napas terengah-engah. Mereka kehilangan jejakku. Atau memang mereka tak berniat mengikutiku? Mereka hanya sekedar lewat dan menggodaku. Astaga, aku benar-benar kepedean.

Aku menunggu kereta jurusan Bekasi yang katanya tiba pukul 16.50 , sementara saat ini jarum jam baru menunjukkan pukul 16.20. Masih 30 menit lagi, batinku. Aku yang kelelahan dan kurang tidur memutuskan untuk memejamkan mata sejenak. Bersandar pada sebuah tiang besi yang karatan, aku tidur berdiri sambil memeluk tas ransel. Tapi malang lagi-lagi mengikutiku. Aku tidur terlalu nyenyak dan tertinggal kereta.

"Mbak.. bangun mbak.." Suara seseorang menepuk-nepuk pundakku dari belakang.

"Hah? Gue dimana?" Aku tersentak ketika membuka mata. Hari sudah gelap. Jarum jam menunjukkan pukul 20.30.

"Stasiun mbak. Mbaknya ngapain jam segini masih di stasiun?" Tanya orang itu lagi. Aku terlalu takut menoleh ke belakangku. Aku, lagi-lagi takut diculik.

"Hah? Gue mau pulang ke Bekasi. Keretanya ampe jam berapa ya? Gue ketiduran. Aduh gimana dong.." Aku menyeka kedua mataku. Berpura-pura menangis agar orang itu merasa kasihan dan tak jadi menculikku.

"Yah, kereta Bekasi yang terakhir baru aja jalan mbak." Kedua lututku lemas. Ia sekarang berdiri disebelahku. Dari sudut mataku, dapat kusimpulakn orang ini tinggi, kurus dan familiar. Tapi aku takuuuuut!

"Mau saya anter, mbak?" Aku berlari meninggalkannya.

"Woy mbak.. diluar banyak preman. Ini Jatinegara mbak! Bukan Bekasi!" Teriak orang itu lagi. Bagaimana ia bisa tau kalau aku tinggal di Bekasi? Jangan-jangan ia telah mengikuti dan mengincarku. Aku terus berlari. Tapi tak juga kutemukan taksi. Aku tiba disuatu sudut dimana preman-preman melakun transaksi jual-beli handphone curian. Mereka semua memerhatikanku dari atas kebawah. Beberapa dari mereka tersenyum menyeringai. Aku mati kutu.

Drodok dokk dokk drodok drodok..

Mati aku! Lagi-lagi genk motor vespa itu. Aku terlalu takut menoleh ke sumber suara. Sampai akhirnya vespa berhenti tepat disebelahku. Beberapa orang preman berjalan santai kearahku.

"Udah ayo naek." ia menarik tanganku.

"Kak.. Kok bisa?" tanyaku terpatah-patah.

"Buruan!" teriaknya sambil menghidupkan vespanya. Aku segera naik dan motor melaju kencang meninggalkan preman-preman jatinegara. Kak Satria menyerahkan helm kepadaku. Aku memakainya.

"Jadi yang di stasiun tadi itu kakak?" tanyaku sambil tergelak menrtawakan kebodohanku. 

"Iya.. Lo itu bener-bener penakut ya. Masa sama gue juga lo takut." ia turut tertawa.

"Iya kak. Aku kan anak rumahan." jawabku pelan.

"Yaudah mulai sekarang gue jagain lo ya.Jaman sekarang banyak orang jahat." Ia tersenyum menghadap spion yang sengaja ia arahkan kepadaku. Aku nyengir.

"Kakak tadi kemana? Kok nggak keliatan di kampus?" tanyaku setengah menyelidik sambil mengalihkan pembicaraan.

"Ah masa si gak keliatan? Lo nyariin gue yaaa?" tanyanya balik menggodaku. Aku tersipu.

"Besok hari terakhir ospek ya kak. Kakak dulu ngasih surat cinta kesiapa kak?" aku bertanya lagi. Lugu sekali.

"Orangnya udah lulus, kamu juga pasti nggak kenal" jawabnya mulai ber-aku-kamu.

"Oh gitu ya kak.. Aku bikin buat siapa ya kak.." tanyaku setengah berharap kalau ia mengharapkan surat dariku.

"Buat vespa kakak aja. hahaha"  ia tertawa riang. Aku mencubit pinggangnya.

"Aww.." Ia menggenggam tanganku beberapa detik, lalu melepaskannya dengan lembut. Kami terdiam sampai aku tiba dirumah.

(Bersambung ke Part 3 bisa klik disini)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar