Selasa, 13 November 2012

Cinta Pertamaku pada si Vespa Biru (Part 4)

Cerita sebelumnya sila klik disini :)

Hari terakhir ospek berjalan dengan lancar, tak banyak bentakan dan makian yang kudapat. Namun jantungku berdebar sepanjang hari, memikirkan apa yang harus ku lakukan di malam puncak yang akan segera berlangsung satu jam lagi. Aku masih bingung, untuk siapa surat cinta ini akan ku tujukan?

Batinku berkecamuk, memilah-milah siapa kakak tingkat berjeniskelamin laki-laki yang pantas mendapatkan surat cinta dariku. Aku terlalu malu untuk memberikan surat cinta ini ke kak Satria. Aku lebih memilih mencintainya dalam diam ketimbang harus mengakui terang-terangan bahwa aku memendam perasaan padanya.

Aku masih tergabung dalam lingkaran mahasiswa baru yang duduk saling berdekatan memenuhi lantai aula. Tiba-tiba datanglah segerombolan orang-orang yang tak pernah kami lihat sebelumnya. Sebagian dari mereka memakai pakaian kerja dan sebagian lagi dilapisi almamater. Terdengar oleh telingaku bisik demi bisik yang mengatakan bahwa orang-orang itu adalah alumnus Kampus ini. Mati aku, sudah tak siap mental didepan orang sebanyak ini, ditambah lagi malam puncak akan ditonton seluruh kakak tingkat dan alumnus pula. Kulihat kak Satria berjalan pelan ke arah microphone.

"Selamat Malam, adik-adik.." Sapanya tenang dan berwibawa.

"Malam, kaaaaaak.." Koor para mahasiswa baru.

"Malam ini kita kedatangan kakak-kakak alumnus dari berbagai angkatan. Mereka sengaja datang untuk melihat malam puncak dan kreativitas seni dari seluruh mahasiswa dan mahasiswi di kampus ini. Sebagian besar dari mereka telah bekerja di berbagai perusahaan asing maupun swasta. Kalian boleh tanya-tanya ke mereka..." Kak Satria menjelaskan susunan acara panjang lebar. Namun aku hanya terpaku memandanginya. Aku merasakan jantungku yang bergemuruh tak karuan dengan setiap helaan nafasku yang melafalkan namanya. Kak Satria memang kalah tampan bila dibandingkan dengan Kak Galih. Namun apa daya, hatiku telah memilihnya. Sang cupid telah menancapkan panah asmaranya.

Acara dibuka dengan tari-tarian daerah oleh mahasiswa fakultas seni. Kemudian dilanjutkan dengan teater dan drama dari berbagai fakultas. Aku mulai bosan dan menguap berkali-kali. Tak tertarik sedikitpun untuk acara seaneh ini. Terlalu biasa, menurutku.

Memasuki pukul 8 malam, seluruh mahasiswa baru diminta untuk mengumpulkan surat cintanya. Ternyata sistem pembacaan surat cinta nanti akan dipilih secara diundi. Aku bersyukur karena tak disuruh maju satu persatu. Dan dengan sistem undian seperti itu memudahkanku untuk tak memiliki peluang sama sekali. Banyak yang bilang, setiap kali diadakan doorprize atau arisan, namaku hampir tak pernah keluar duluan. Aku memang jarang beruntung, tapi untungnya akupun tak pernah sial. Entah mitos atau bukan, namaku selalu seret.

Seluruh surat dikumpulkan dalam sebuah kardus berukuran raksasa. Berbagai macam warna amplop surat membuat kardus besar tersebut terlihat lebih menarik. Terlebih lagi, hampir seluruh isi dari surat tersebut merupakan kata-kata sajak, puisi, rayuan-rayuan gombal dan sebagainya. Rasa kantukku hilang seketika. Aku tak sabar untuk mengetahui siapa orang pertama yang diberi kesempatan untuk membacakan suratnya.

Berganti-gantian kakak tingkat menyebutkan nama-nama mahasiswa baru yang beruntung. Sudah satu jam acara ini berlalu. Dari mulai merayu sampai dimarah-marahi kakak tingkat karena orang yang dirayunya telah memiliki suami. Rating tertinggi penerima surat cinta jatuh di tangan kak Galih. Sudah bisa kutebak sebelumnya. Aku menguap lagi.

Kini tiba giliran kak Satria mengambil satu amplop dari dalam kardus. Aku bertopang dagu. Aku masih percaya apabila dari sekian ratus mahasiswa baru, sungguh mustahil apabila namaku juga disebut. 

"Ehemm.." Kak Satria berdehem di microphone. Aku menajamkan pendengaran.

"Kesempatan kali ini ditujukan kepadaaaa... Ajeng Prawirodiyonooooo.." Teriaknya lantang menyebutkan namaku. Aku segera berdiri dan berlari kedepan. Lagi-lagi, jantungku berdegup kencang . Seluruh tubuhku terutama lutut terasa lemas sekali. Keringat dingin bercucuran. Rasa mulas tak tertahankan. Aku demam panggung.

"Nih surat kamu, dibaca yang kenceng ya." Kata kak Satria menyerahkan sebuah amplop kepadaku. Aku meraihnya dengan kikuk. Hei! bahkan ini bukan surat milikku! Ini surat tanpa nama! Tapi dari mana ia bisa mengetahui nama lengkapku? Ia mengerjaiku? Aku tak suka diperlakukan seperti ini!

"Kak.." Aku mencoba memanggil kak Satria. Tapi betapa malangnya aku ketika ku ketahui bahwa kak Satria telah berhasil menyembunyikan diri. Beberapa kakak tingkat tersenyum mengejek.

"Kenapa dek? Udah buruan dibaca!" Perintah seorang alumnus perempuan yang terlihat anggun dengan pakaian kantornya.

"Tapi, Kak... Ini bukan.."

"Cepet BACA!!!" Potong kakak tingkat yang lain mengagetkanku. Aku tergagap meraih microphone..

(Bersambung ke Part Terakhir bisa klik disini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar