Cerita sebelumnya bisa klik disini :)
(SELESAI)
"Terus kalo kamu udah putus, baru hubungin aku lagi, gitu?" tanyaku sambil menyembunyikan kekesalan yang membuncah.
"Kan kamu tau pacarku itu cemburuan." jawabnya dengan mata menerawang.
"Siapa yang mutusin?" tanyaku penasaran.
"Aku. Tapi dia nggak mau."
"Kenapa putus?"
"Gaktau Bim, aku gak nyaman. Aku pacaran sama dia tapi rasanya kayak nggak punya pacar. Dia dateng dan pergi sesukanya. Ngubungin aku kalo dia butuh doang. Sedangkan aku? Aku kayak angin yang cuma numpang lewat disaat dia kegerahan. Dia nggak ngerti rasanya dibutuhin." Kulihat matanya masih menerawang ke langit.
"Kamu masih sayang sama dia?"
"Aku mudah jatuh cinta Bim. Seandainya dia saat ini dateng dan mau ngubah semuanya, aku bisa kok sayang sama dia lagi. Tapi nggak mungkin. Dia terlalu keras. Dan bodohnya, aku terlalu sayang sama orang sekeras dia"
"Kamu mau bertahan nungguin dia berubah?"
"Lebih baik betulin sesuatu yang rusak kan daripada nyari yang baru?" ia bertanya balik.
"kalo yang lama udah mati total, kamu bakal tetep berusaha betulin?" Aku bertanya balik.
"Mau nggak mau, aku harus cari penggantinya." jawabnya lemah.
"Dan kamu nggak pernah ngerasa kalau penggantinya udah disiapin Tuhan dari dulu?" Aku mengebu-gebu.
"Maksud kamu?" ia menoleh kearahku. Aku menatapnya tajam.
"KAMU NGGAK PERNAH TAU KAN KALAU AKU SAYANG SAMA KAMU?" Aku berteriak menghadap langit. Angin masih terus berhembus kencang. Memberi kesejukan bagi pasangan muda-mudi yang berada di spot paralayang. Dedaunan hijau masih sibuk berfotosintesis. Alam menjadi saksi. Saksi bisu dari sebuah percakapan panjangku dengan Sang Dewi.
"Bimaa.." Suaranya terdengar lirih. Matanya berkaca-kaca. Aku memeluknya.
"Maafin aku Bima.." Ujarnya lagi sambil sesenggukan. Aku memeluknya lebih erat. Menciumi anak-anak rambutnya. Mengusap-usap kepalanya.
"Kamu mau kan ngisi hatiku yang kosong ini? Jadi penyemangat hari-hariku? Jalanin hidup kita sama-sama walaupun di kota yang berbeda. Kamu mau kan?" Tanyaku pelan tepat ditelinganya.
Ia tak menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Ia makin erat memelukku. Dadaku bergemuruh tak karuan. Jantungku berdesir. Ah, Cinta.. Aku merasa semakin diatas awan.
Plok.. Plokk.. Plok..
Suara tepuk tangan.
Seketika Dewi melepas pelukanku.
"Jadi ini kelakuan kamu dibelakangku? Jadi ini yang bikin kamu mutusin aku?" Tanya seorang pria yang baru saja datang dan tiba-tiba mengganggu. Pria bertubuh atletis dan berkulit lebih terang dariku. Ia mengenakan topi namun tak dapat menyembunyikan ketampanan wajahnya. Ia berjalan pelan kearah kami berdiri.
"Galang.." ujar Dewi menahan kaget.
"Peluk-pelukkan diatas puncak habis mutusin pacarnya. Bitch!" Galang meludah kearah Dewi.
PLAKKKK
Galang menampar Dewi. Aku melempar tas sesukaku. Tanganku mengepal, ubun-ubunku terasa panas. Kulayangkan tinjuku ke muka Galang, tepat di rahangnya. Galang ambruk dalam satu pukulan.
"Kalo lo ngaku cowo, jangan pernah sekali-kali mukul cewe!" Aku menendang perut Galang. Ia merintih kesakitan. Huh, badan boleh atletis, tapi sekali pukul kok ambruk.
Dewi menghampiri dan duduk didekat Galang, kemudian merebahkan kepala Galang dipangkuannya. Airmata terus mengalir dipipinya.
"Kamu nggakpapa?" Ucap Dewi masih sesenggukan. Ia bertanya kepada Galang! Bukan kepadaku. Aku tak mengerti isi hati gadis kecil ini. Cemburu menyelimuti batinku. Menggerogoti seluruh isi hatiku.
"Maafin aku." ucap Galang lirih. Dewi menjawabnya dengan sebuah anggukan sambil terus berusaha tersenyum.
"Kamu sayang sama dia?" tanya Galang sambil menunjuk ke arahku. Dewi tak menjawab.
"Kamu boleh sayang sama dia. Dia bisa jagain kamu. Nggak kayak aku. Aku payah de.. Aku nggak pernah ada waktu buat kamu. Aku juga nggak pernah bisa jagain kamu. Jangan pernah nyesel mutusin aku ya de.."
Dewi membantunya berdiri, memapahnya berjalan, dan pergi meninggalkanku, tanpa pamit.
***
Sebulan sudah aku menatap layar facebookku dengan tatapan kosong. Mondar-mandir diantara chat dan home, namun ia tak lagi hadir. Akun facebooknya sudah tidak aktif. Suara khas Armand Maulana vokalis Band Gigi mengalun ditelingaku, dan terdengar sedikit mengejek..
Berawal dari facebook baruku.
Kau datang dengan cara tiba-tiba~
Tiba-tiba layar laptopku berkelap-kelip, tanda chat muncul.
"Hai, Bima yah? Boleh kenalan?" Ah, lagi-lagi sebuah perkenalan di dunia maya. Aku muak melihatnya.
(SELESAI)
pembaca merasa blm bs mnyusuri aliran alur yg d gambarkn, sperti patah & trtahan ngarai yg terjun deras menuju ending
BalasHapushehe. makasih koreksinya pak. sedikit nggantung ya caeritanya.
BalasHapus